Pasang IKLAN BARIS GRATIS! DAFTAR | LOGIN


ANTARA PPJB, PJB, dan AJB

    Saat melakukan transaksi jual beli tanah, bangunan, rumah, ruko, atau properti lain, konsumen akan banyak mendengar istilah yang perlu benar-benar dipahami dan dimengerti. Seperti Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), Pengikatan Jual Beli (PJB), dan Akta Jual Beli (AJB).

    Istilah tersebut berkaitan dengan cara peralihan hak atas tanah dan bangunan. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewajiban konsumen setelah transaksi, untuk menjamin supaya tidak ada pihak yang dirugikan, baik penjual maupun pembeli.

    1. PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB).
    PPJB dibuat untuk melakukan pengikatan sementara sebelum pembuatan AJB resmi di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pengertiannya PPJB adalah kesepakatan penjual untuk mengikatkan diri akan menjual kepada pembeli dengan disertai pemberian tanda jadi atau uang muka berdasarkan kesepakatan.

    Biasanya PPJB akan dibuat para pihak karena adanya syarat-syarat atau keadaan-keadaan yang harus dilaksanakan terlebih dahulu oleh Para Pihak sebelum melakukan AJB di hadapan PPAT, misalnya pembayaran harga belum lunas. Di dalam PPJB memuat perjanjian-perjanjian, seperti besarnya harga, kapan waktu pelunasan dan dibuatnya AJB. Dengan demikian PPJB tidak dapat disamakan dengan AJB yang merupakan bukti pengalihan hak atas tanah/bangunan dari penjual kepada pembeli. Hal Penting Mengenai Perjanjian PPJB :

    • Obyek Pengikatan Jual Beli.
    Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) mencakup beberapa obyek yang harus ada. Obyek pengikatan jual-beli ada 3, meliputi luas bangunan beserta gambar arsitektur dan gambar spesifikasi teknis, lokasi tanah yang sesuai dengan pencantuman nomor kavling, dan luas tanah beserta perizinannya. Penguraian obyek tanah dan bangunan harus dijelaskan secara rinci dan runtut, supaya tidak ada data atau informasi yang kurang. Periksa secara teliti dan hati-hati informasinya sebelum menandatanganinya.

    • Kewajiban dan Jaminan Penjual.
    Bagi penjual yang hendak menawarkan properti yang dijual pada pembeli maka wajib membangun dan menyerahkan unit rumah atau kavling sesuai dengan yang ditawarkan kepada pembeli, sehingga PPJB menjadi pegangan hukum untuk pembeli. Dalam pembuatan PPJB, pihak penjual bisa memasukkan klausul pernyataan dan jaminan bahwa tanah dan bangunan yang ditawarkan sedang tidak berada dalam jaminan utang pihak ketiga atau terlibat dalam sengketa hukum. Apabila ada pernyataan yang tidak benar dari penjual, calon pembeli dapat dibebaskan dari tuntutan pihak manapun mengenai properti yang hendak dibelinya.

    • Kewajiban bagi Pembeli
    Kewajiban pembeli adalah membayar angsuran rumah atau kavling tanah serta sanksi dari keterlambatan berupa denda dengan nominal sesuai kesepakatan awal, bahkan calon pembeli juga bisa kehilangan uang mukanya apabila pembelian dibatalkan secara sepihak.

    Secara garis besar, PPJB berisikan sejumlah faktor penting, yaitu:
    • Pihak yang melakukan kesepakatan.
    • Kewajiban bagi penjual.
    • Uraian obyek pengikatan jual beli.
    • Jaminan penjual.
    • Jangka waktu serah terima bangunan.
    • Pemeliharaan bangunan.
    • Penggunaan bangunan.
    • Pengalihan hak.
    • Pembatalan pengikatan.
    • Penyelesaian Perselisihan.

    2. PENGIKATAN JUAL BELI (PJB).
    PJB adalah kesepakatan antara penjual untuk menjual properti miliknya kepada pembeli yang dibuat dengan akta notaris. PJB bisa dibuat karena alasan tertentu seperti belum lunasnya pembayaran harga jual beli dan belum dibayarkannya pajak-pajak yang timbul karena jual beli.

    PJB ada dua macam yaitu PJB lunas dan PJB tidak lunas.

    Perjanjian ini dibuat dengan akta notaris. PJB bisa dibuat karena ada beberapa faktor dalam transaksi jual beli. Biasanya terjadi karena ada satu hal yang belum lunas atau pajak yang belum dibayarkan. Jika semua sudah lunas, konsumen akan mendapatkan PJB lunas. Jika belum, PJB tidak lunas yang akan diterbitkan.

    PJB lunas dibuat apabila harga jual beli sudah dibayarkan lunas oleh pembeli kepada penjual tetapi belum bisa dilaksanakan AJB, karena antara lain pajak-pajak jual beli belum dibayarkan, sertifikat masih dalam pengurusan dan lain-lain. Dalam pasal-pasal PJB tersebut dicantumkan kapan AJB akan dilaksanakan dan persyaratannya. Di dalam PJB lunas juga dicantumkan kuasa dari penjual kepada pembeli untuk menandatangani AJB, sehingga penandatanganan AJB tidak memerlukan kehadiran penjual. PJB lunas umum dilakukan untuk transaksi atas objek jual beli yang berada diluar wilayah kerja notaris atau PPAT yang bersangkutan. Berdasarkan PJB lunas bisa dibuatkan AJB di hadapan PPAT di tempat lokasi objek berada.

    PJB tidak lunas, dibuat apabila pembayaran harga jual beli belum lunas diterima oleh penjual. Di dalam pasal-pasal PJB tidak lunas sekurang-kurangnya dicantumkan jumlah uang muka yang dibayarkan pada saat penandatanganan akta PJB, cara atau termin pembayaran, kapan pelunasan dan sanksi-sanksi yang disepakati apabila salah satu pihak wanprestasi. PJB tidak lunas juga harus ditindaklanjuti dengan AJB pada saat pelunasan.

    3. AKTA JUAL BELI (AJB).
    AJB adalah akta yang dibuat oleh PPAT untuk peralihan hak atas tanah dan bangunan. Pembuatan AJB dilakukan setelah seluruh pajak-pajak yang timbul karena jual beli sudah dibayarkan oleh para pihak sesuai dengan kewajibannya masing-masing.

    Selanjutnya adalah mengajukan pendaftaran peralihan hak ke kantor pertanahan setempat atau dikenal dengan istilah balik nama. Dengan selesainya balik nama sertifikat maka hak yang melekat pada tanah dan bangunan sudah berpindah dari penjual kepada pembeli.

    Akta Jual Beli (AJB) menjadi salah satu akta otentik atau dokumen yang menjadi bukti sah peralihan hak atas tanah dan bangunan. AJB dibuat oleh pejabat umum yang berwenang, yaitu PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) yang diangkat oleh kepala BPN (Badan Pertanahan Nasional) Republik Indonesia.

    Ada beberapa syarat yang diperlukan sebelum membuat AJB. Antara lain, pajak penjual berupa Pajak Penghasilan (PPh) final, serta pajak pembeli berupa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Besaran PPh final adalah 2,5% dari nilai perolehan hak. Sementara besar BPHTB adalah 5% dari nilai peroleh hak setelah dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Nilai NPOPTKP berbeda sesuai dengan wilayah dan dapat ditanyakan langsung ke Dinas Pendapatan Daerah masing-masing.

    Pembuatan AJB harus dihadiri penjual dan pembeli (suami istri bila sudah menikah) atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis. Selain itu, wajib juga dihadirkan minimal dua orang sebagai saksi.

    Akta AJB dibuat dalam dua lembar asli, satu disimpan oleh PPAT dan satu lembar lainnya diserahkan ke Kantor Pertanahan untuk keperluan Balik Nama. Setelah jadi, salinannya akan diberikan pada pihak penjual dan pembeli.

    Setelah itu, langkah selanjutnya adalah mengajukan pendaftaran peralihan hak ke kantor pertanahan setempat atau disebut juga sebagai balik nama sertipikat. Wahyu Pras –red
    (- dari berbagai sumber - )

    PARTNER
    Archira - Architecture & Interior    A + A Studio    Sesami Architects    Laboratorium Lingkungan Kota & Pemukiman Fakultas Arsitektur dan Desain UKDW    Team Arsitektur & Desain UKDW    Puri Desain